AKUSTIK KELAUTAN
Akustik laut adalah Ilmu
yang mempelajari tentang suara beserta penyebabnya. Dalam dunia perikanan dan
kelautan, ilmu akustik digunakan untuk meneliti atau mengamati wilayah di bawah
air (Underwater Acoustic) antara lain digunakan untuk mempelajari proses perambatan
suara pada medium air, penelitian sifat-sifat akustik dan benda-benda yang
terdapat pada suatu perairan, komunikasi dan penentuan posisi di kolom
perairan. pengamatan wilyah di bawah air ini sering disebut dengan
teknologi hydroakustik.
Konsep Dasar Akustik
1.
Laut begitu luas dan
dalam (dinamis).
2.
Manusia belum pernah ke
laut terdalam.
3.
Dibutuhkan alat dan
metode untuk melakukan pendeskripsian kolom dan dasar laut.
4.
Metode yang paling baik
adalah akustik.
5.
Hidroakustik gelombang
suara dipancarkan melalui sebuah alat yang menghasilkan energi suara
(transduser) pada kolom perairan atau dasar perairan.
6.
Hal ini dapat mengubah
energi elektrik menjadi energi mekanik.
7.
Kecepatan energi suara
di perairan mencapai 1500 m/s.
8.
Metode akustik merupakan
proses-proses pendeteksian target dilaut dengan mempertimbangkan proses-proses
perambatan suara.
9.
Keunggulan metode
akustik mempunyai keunggulan komparatif yakni berkecepatan tinggi.
Di dalam bidang akustik
kelautan, terdpat beberapa pengertian yang harus dipahami. Berikut merupakan
beberapa pengertian:
1. Target Strength
Urick (1983)
mengemukakan bahwa target strength adalah echo yang kembali dari target di
bawah air. Target strength didefinisikan dengan 10 kali logaritma berbasis 10
dari rasio intensitas suara target pada jarak 1 yard (dikonversi menjadi 1 m)
yang kembali dari pusat akustik dalam beberapa arah dengan intensitas dari
sumber. Target strength dirumuskan sebagai berikut:
TS= 10 Log (Ir/Ii)
Urick
(1983) juga menyebutkan target strength dengan istilah scattering strength.
Scattering strength didefinisikan sebagai logaritma basis 10 dari rasio antara
intensitas suara yang terukur pada 1 yd3 di dalam laut atau yd2 dari permukaan
dengan intensitas suara pusat.
2.
Scattering volume
Pengertian dari Scattering
volume mirip dengan Target strength dimana Target strength untuk ikan tunggal
sedangkan Scattering volume untuk kelompok ikan. Volume backscattering
coefficient (sv) adalah ukuran yang menghitung biomassa di kolom perairan saat
target individu tidak dapat diketahui. Formulanya adalah sebagai berikut:
SV = Ssbs/V0
sbs merupakan
jumlah dari semua target yang dihasilkan oleh echo dari V0 (volume
sampel). Volume backscattering strength (sV) dirumuskan menjadi SV=10
log(sV) dengan satuan dB re 1 m-1.
3.
Kecepatan Suara
Kecepatan suara bergantung
pada suhu, salinitas, tekanan, musim dan lokasi
·
Suhu
Suhu udara yang lebih panas atau lebih
dingin mempengaruhi kecepatan bunyi di udara. Pada prinsipnya semakin tinggi
suhu suatu medium , maka semakin cepat rambat bunyi dalam medium tersebut.
Dikarena makin tinggi suhu, maka semakin cepat getaran partikel-partikel dalam
medium tersebut. Akibatnya, proses perpindahan getaran makin cepat .
Di laut sendiri, pada lapisan Mix
Layer, pengaruh suhu sangat besar karena pada lapisan ini pengaruh dari sinar
matahari terhadap suhu permukaan sangat besar sehingga mengakibatkan suhu di
Mix Layer tinggi. Pada lapisan Termoklin pun suhu masih sangat berpengaruh, hal
tersebut dikarenakan adanya perubahan suhu yang
sangat mencolok. Akan tetapi pada
lapisan Deep Layer suhu tidak begitu mempengarui karena perubahan suhu yang
tidak mencolok.
·
Salinitas
Cepat rambat bunyi terhadap salinitas
seharusnya berkurang seiring kenaikan salinitas karena meningkatnya densitas.
Akan tetapi kenaikan salinitas meningkatkan modulus axial (larutan menjadi
kurang kompres), sehingga tiap kenaika salinitas akan meningkatkan cepat rambat
bunyi.
·
Tekanan
Makin rapat medium umumnya semakin
besar cepat rambat bunyi dalam medium tersebut . Penyebabnya adalah makin rapat
medium maka makin kuat gaya kohesi antar-partikel . akibatnya pengaruh suatu
bagian medium kepada bagian yg lain akan mengikuti getaran tersebut dengan
segera . akibatnya perpindahan getaran terjadi sangat cepat .
Untuk menghitung kecepatan suara
didalam air dapat menggunakan persamaan berikut :
C = 1449.2+4.6T-0.055T2+0.00029T3+(1.34-0.01T)(S-35)+0.016Z
Keterangan : C :Kecepatan
Suara
T : Suhu
S : Salinitas
Z : Kedalaman
Kecepatan rambat suara
bergantung pada kompressibilitas dan densitas, didalam laut kecepatan suara dan
kedalaman bergantung pada suhu, salinitas dan tekanan. Bila suhu bertambah maka
kedalaman berkurang dan akibatnya kecepatan suara bertambah. Makin tinggi suhu
makin cepat perambatan suara.
4.
Lapisan SOFAR
Lapisan dimana terjadinya
akumulasi suhu dan kedalaman disebut lapisan SOFAR (Sound Fixing and Ranging).
Lapisan ini juga merupakan lapisan dimana kecepatan suara menjadi sangat lambat
sehingga disebut juga lapisan C minimum, dimana C adalah kecepatan suara.
Gelombang suara yang merambat dalam
jarak yang cukup besar di perairan laut akan terperangkap dalam lapisan SOFAR
ini.
5.
Absorpsi
Absorpsi merupakan
fenomena akustik saat gelombang suara mengenai suatu material dan material tersebut
mengurangi (menyerap) sebagian atau
seluruh energi gelombang
suara yang membenturnya.
Dalam fenomena absorpsi dikenal
istilah faktor absorpsi,
yaitu perbandingan energi yang diserap
material ”absorber” dari
gelombang suara yang membenturnya
dengan energi pada
gelombang suara saat
sebelum membentur absorber. Jadi,
semakin besar faktor
absorpsi suatu material,
semakin banyak energi yang
diserap oleh material
tersebut saat gelombang
suara membenturnya. Demikian sebaliknya,
semakin kecil faktor
absorpsi, semakin kecil energi
gelombang suara yang
terserap oleh material tersebut.
ALAT-ALAT
METODE AKUSTIK KELAUTAN
Gambar. CTD
(sumber : http// soest.hawaii.edu)
CTD
adalah alat yang digunakan dalam sampling oseanografi untuk mengukur salinitas
air laut, suhu serta kedalaman air laut pada tempat dan kedalaman yang
diinginkan. Secara umum, sistem CTD terdiri dari unit masukan data, sistem
pengolahan, dan unit luaran. CTD digunakan untuk mengukur karakteristik air
seperti suhu, salinitas, tekanan, kedalaman, dan densitas. Unit pengolah
terdiri dari sebuah unit pengontrol CTDS (CTD Sensor) dan komputer yang
dilengkapi perangkat lunak. Unit pengontrol berfungsi sebagai pengolah sinyal
CTD, penampil hasil pengukuran serta pengubah sinyal analog ke digital. CTD
mengontrol setiap kegiatan akusisi dan pengambilan sampel serta kalibrasi.
Setiap penekanan tombol fungsi sesuai pada menu, maka printer akan mencetak
posisi, kedalaman, salinitas, konduktifitas dan temperatur sehingga kronologis
kegiatan pengoprasian CTD dapat terekam. Sensor adalah sebuah piranti yang
mengubah fenomena fisika menjadi sinyal elektrik. CTD memiliki tiga sensor
utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor untuk mengetahui
daya hantar listrik air laut (konduktivitas).
Gambar. ADCP
(sumber : http//en.wikipedia.org)
ADCP
dibuat pertama kali oleh RDI/Fran Rowe dan Kent Deines tahun 1981. Prinsip
kerja ADCP berdasarkan perkiraan kecepatan baik secara horizontal maupun
vertikal menggunakan efek Doppler untuk menghitung kecepatan radial relatif,
antara instrumen (alat) dan hamburan di laut. Tiga beam akustik yang berbeda
arah adalah syarat minimal untuk menghitung tiga komponen kecepatan. Beam ke
empat menambah pemborosan energi dan perhitungan yang error. ADCP
mentransmisikan ping, dari tiap elemen transducer secara kasar sekali tiap
detik. Echo yang tiba kembali ke instrumen tersebut melebihi dari periode tambahan,
dengan echo dari perairan dangkal tiba lebih dulu daripada echo yang berasal
dari kisaran yang lebih lebar. Profil dasar laut dihasilkan dari kisaran yang
didapat. Pada akhirnya, kecepatan relatif, dan parameter lainnya dikumpulkan
diatas kapal menggunakan Data Acquisition System (DAS) yang juga secara
optional merekam informasi navigasi, yang diproduksi oleh GPS. ADCP berfungsi
untuk mengukur arus, plankton, dan lain-lain.
Sumber :
http://www.kuliahkelautan.com/2012/10/ilmu-kelautan-sejarah-ilmu-akustik.html
TS= 10 Log (Ir/Ii)
Gambar. CTD
ADCP
dibuat pertama kali oleh RDI/Fran Rowe dan Kent Deines tahun 1981. Prinsip
kerja ADCP berdasarkan perkiraan kecepatan baik secara horizontal maupun
vertikal menggunakan efek Doppler untuk menghitung kecepatan radial relatif,
antara instrumen (alat) dan hamburan di laut. Tiga beam akustik yang berbeda
arah adalah syarat minimal untuk menghitung tiga komponen kecepatan. Beam ke
empat menambah pemborosan energi dan perhitungan yang error. ADCP
mentransmisikan ping, dari tiap elemen transducer secara kasar sekali tiap
detik. Echo yang tiba kembali ke instrumen tersebut melebihi dari periode tambahan,
dengan echo dari perairan dangkal tiba lebih dulu daripada echo yang berasal
dari kisaran yang lebih lebar. Profil dasar laut dihasilkan dari kisaran yang
didapat. Pada akhirnya, kecepatan relatif, dan parameter lainnya dikumpulkan
diatas kapal menggunakan Data Acquisition System (DAS) yang juga secara
optional merekam informasi navigasi, yang diproduksi oleh GPS. ADCP berfungsi
untuk mengukur arus, plankton, dan lain-lain.
Sumber :
http://www.kuliahkelautan.com/2012/10/ilmu-kelautan-sejarah-ilmu-akustik.html